PARASITOLOGI
Sub
Tema
ASCARIS LUMBRICOIDES
![]() |
Dosen
: dr. Haryo Jatmiko, S.Ked
Oleh
Nama : Gustin Halim
NPM : 11.
11. 107. 13201. 0053
FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS WIDYA GAMA
MAHAKAM SAMARINDA
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan
ke hadirat Allah SWT yang
Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga
saya dapat
menyelesaikan Makalah ini. Adapun Makalah ini dilaksanakan untuk
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
di
Fakultas
Kesehatan
masyarakat dan
sebagai tanda kasihnya
saya terhadap Fakultas Kesehatan Masyarakat yang berjudul Ascaris Lumbricuides
Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Sebagai
manusia biasa saya tidak bisa lari
dari kesalahan dan sebagai mahasiswa, saya masih berada di
tahap pembelajaran yang tetap ingin belajar memperbaiki
kesalahan. Untuk itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga bisa lebih baik
lagi untuk ke depannya. Saya juga sangat berharap saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat menyempurnakan Makalah ini.
Akhir kata semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Tidak lupa pula
saya haturkan permohonan maaf apabila
dalam penulisan tugas ini terdapat kata-kata yang salah dan tidak sesuai.
Samarinda,
Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I (PENDAHULUAN ) 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan
3
BAB II (TUJUAN PUSTAKA) 4
2.1 Pembahasan 4
2.2 Siklus Hidup 5
2.3 Patologi Klinik 5
2.4 Gejala Klinis 6
2.5 Gejala Diagnosis 6
2.6 Pencegahan 7
2.7 Pemberantasan 7
BAB III (PENUTUP) 9
3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar
Belakang
Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara
60%-90% tergantung pada lokasi
dan sanitasi lingkungan. Penyakit kecacingan
merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di
negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika
dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan
seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit
diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing
cambuk pada tempat ketujuh.
Infeksi cacing usus ditularkan melalui tanah yang
tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak
bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di
Indonesia. Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur
cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur
cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan(Faust dan Russell, 1964).
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak
berusia 5–10 tahun sebagai
host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi
(Haryanti,E,1993).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris
lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan
perantaraan tanah (“SoilTransmited Helminths”). Infeksi yang disebabkan oleh
cacing ini disebut
Ascariasis. Ascaris lumbricoides
merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya
cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan
iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan
makanan.
1
Cacing
dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan
dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan
peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor
cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi
hidrat arang sebanyak 2,8 gramdan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal
tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang
disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan
keadaan kurang gizi (malnutrisi).
Prevalensi
cacing usus pada murid SD-WGT-Taskin di Jakarta Utara 80% positif Ascaris
lumbricoides, Jakarta Selatan 68% positif, Jakarta Barat sebanyak 75%, JakartaTimur 58%. Dari ke lima wilayah tersebut yang
terbanyak sampel tinja positif telur A.lumbricoides yaitu
SD-WGT-Taskin wilayah Jakarta Barat dan wilayah Jakarta Utara.Kedua wilayah tersebut keadaan lingkungan
sekolahnya termasuk daerah lingkunganyang kumuh dan padat penduduknya. Di empat
wilayah penelitian ternyata murid yang positif kecacingan banyak
ditemukan telur A. lumbricoides di atas 58%.
Terjadinya kecacingan karena beberapa faktor, antara lain
seperti kurangnya kebersihan perorangan atau lingkungan, dapat juga terjadi pencemaran
tanah dari telur cacing. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan
juga sangat berperan dalam penularan kecacingan.
Mahfudin dkk (1994), pernah melakukan penelitian dengan
menggalakan mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan, dan sesudah buang air besar (BAB) ternyata dapat menurunkan infeksi
cacing usus. Cara tersebut memang sesuai dengan salah satu cara pencegahan infeksi
cacing usus, yaitu pendidikan kebersihan dan kesehatan perorangan yang sangat
penting sebagai usaha memutuskan rantai penularan (WHO, 1997)
2
1.2Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
yang menjadi permasalahan penulisan
ini adalah :
1.
Menurut Hadidya (1994), prevalensi kecacingan di
Indonesia masih tinggi antara60% -
90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan.
2.
Menurut laporan Ismid. S. (1996) hasil penelitian pada
murid Sekolah Dasar didaerah
Jakarta Pusat ternyata prevalensi askariasis sebesar 66,67%.
3.
Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai
negara berkembangdi Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan
seperti infeksicacing gelang pada
tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberculosis
4.
Moersintowarti. (1992), dapat diperkirakan besarnya
kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak
sehingga menimbulkan keadaan
kurang gizi (malnutrisi).
5.
Hasil penelitian Mardiana (2008) mendapatkan prevalensi
cacing usus pada murid SD-WGT-Taskin di Jakarta Utara 80% positif Ascaris
lumbricoides, Jakarta Selatan
68% positif, Jakarta Barat sebanyak 75%, Jakarta Timur 58%
6.
Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan
sanitasi lingkungan juga sangat
berperan dalam penularan kecacingan.
1.3Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
dan penularan penyakit ascariasis.
2.
Mengetahui cara pencegahan dan pemberantasan penyakit
ascariasis dengan pendekatan
kesehatan lingkungan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pembahasan
Ascaris
lumbricoides cacing perut manusia termasuk Nemathelminthes.
Ciri-cirinemathelminthes antara lain sebagai berikut :
ü Tubuh simetribilateral, bulat panjang (gilig) disebut cacing
gilig
ü Memiliki saluran pencernaan
ü Dioceous (berumah dua) reproduksi seksual (jantan dan
betina)
ü Memiliki rongga badan palsu Triploblastik Pseudoselomata
ü Kosmopolitan, ada yang parasit dan ada pula yang hidup bebas
Cacing
betina ukurannya lebih besar daripada cacing jantan dan dinding posterior cacing jantan terdapat kait yang digunakan untuk
reproduksi seksual. Tubuhnya licin karena terselubungi lapisan kutikula
yang terbuat dari protein.
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut
Askariasis. Mereka hidup di rongga
usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35cm untuk
cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang
biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini
dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi.
Telur
ini akan menetas di usus, kemudian berkembang
jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut
terinfeksi sindroma loeffler. Setelahdewasa,
Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerapmakanan disana,
disamping tumbuh dan berkembang biak.
Inilah
yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di
Indonesia, penderita Askariasis didominasi
oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban
keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
4
2.2 Siklus Hidup
Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides"
dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan
telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahapini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana
telurnya mudah ditemukan. Kemudiantelur yang keluar bersama tinja akan
berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan(2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang di
sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur
yang tertelan akan menetas diusus halus (5).
Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawaoleh
pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam
paru-paru,larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran
pernafasan dan akhirnyatertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Mulai dari telur matangyang
tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan
2.3
Patologi klinik
Gejala
klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paruakan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom
Loeffler merupakan kumpulan tandaseperti demam, sesak nafas,
eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrate yang akan
hilang selama 3 minggu.
Pada
stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna
sepertitidak nafsu makan, muntah-muntah,
diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk kesaluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing
dewasa kemudian masuk menembus
peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
5
2.4
Gejala Klinis
Gejala
bisa timbul sebagai akibat berpindahnya lara melalui paru-paru dan akibatadanya cacing dewasa di dalam usus. Perpindahan
larva melalui paru-paru bisamenyebabkan demam, batuk dan bunyi nafas
mengi (bengek).
Infeksi usus yang berat bisa menyebabkan kram perut dan
kadang penyumbatanusus. Penyerapan
zat makanan yang buruk bisa terjadi akibat banyaknya cacing di dalamusus. Cacing dewasa kadang menyumbat usus buntu,
saluran empedu atau saluran pancreas
2.5
Diagnosis
Infeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis
berdasarkan adanya telur didalam contoh tinja. Kadang di dalam tinja atau muntahan
penderita ditemukan cacingdewasa dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah
eosinofil di dalam darah bisameningkat.
Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto rontgen dada.
6
2.6 Pencegahan
Pencegahan dan Upaya Penanggulangan berdasarkan kepada
siklus hidup dansifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan
langkah sebagai berikut :
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat
guna, Hygienekeluarga dan hygiene pribadi seperti
:
ü Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
ü Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan
dicuciterlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
ü Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar
(mentah) sebagai lalapan,hendaklah
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Khusus
pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan
pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali
didaerah endemik ataupun
daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi
lingkungan.
3.
Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat
mematahkan siklus hidupcacing
misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5.
Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah
yang menggunakan tinja sebagai
pupuk
2.7 Pemberantasan
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti
pirantel pamoat,mebendazol,
albendazol, piperasin.
Mebendazole (Vermox) (C16H13N3O2).
Memperlambat pergerakan/perpindahan dan kematian cacing
dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan bahan
gizi lainnya dalamusus orang dewasa dimana cacing tersebut tinggal. Dosis 100
mg tiap 12 jam untuk 3hari.
Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa
membahayakan janin yang dikandungnya
7.
Piperazine (C4H10N2.C6H10O4).
Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan akan membuat
cacing dengansendirinya pingsan didalam tinja
dosis 75 mg/kg max 3.5g).
Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid,
Pin-X) (C11H14N2S.C23H16O6)
Menyebabkan
kelumpuhan kejang pada cacing. Dengan dosis 11 mg/kg dan tidak melebihi 1
g.
Albendazole (C12H15N3O2S)
Menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya
kematian. Dosis400 m. dan tidak
diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun.
Thiabendazole
Menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada
umumnya dikombinasikan dengan piperazine. Juga, obat golongan corticosteroids dapat
mengobati gejala seperti peradangan,yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini.
8
BAB III
PENUTUP
Kebanyakan penderita ascariasis dapat sembuh dengan
spontan walaupun tanpa pengobatan.
Namun, komplikasi dapat disebabkan oleh cacing dewasa yang bergerak keorgan
tertentu atau berkembang biak berlebihan sehingga dapat menyumbat usus.Pada
umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai
70 hingga 99%.
3.1 Kesimpulan
ü Cacing ascaris merupakan cacing kosmopolit yang tersebar di
seluruh dunia.
ü Cacing dapat menyerang anak-anak sampai orang dewasa.
ü Perantaraannya lewat tanah yang mengandungn telur cacing
ascaris.
ü Pencagahan penyebaran cacing asacris
adalah dengan menjaga hygiene keluargadan
hygiene pribadi.
4.2 Saran
ü Sanitasi lingkungan dari masalah jamban dan perilaku buang
air besar yang harusdiperbaiki
ü Mengingat korban terbanyak adalah anak-anak maka kebersihan
anak-anak haruslebih diperhatikan
ü Mengadakan penyuluhan tentang bahayanya cacingan dan
pencegahannya
9
Daftar Pustaka
1.
Mardiana, Djaris mawati. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2 Agustus
2008. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar
Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpada Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di
Wilayah DKIJakarta.
2. Pawlowski,
ZS, Ga, Sehad, GJ, Stott,
1991. Hookworm Infection and
Anaemia. Approaches
to Prevention and Control. WHO. Geneva.
3. Drh. Rasmaliah, M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara diunduh dari
4. Indonesia
Public Health Corner,
Free Environmental Sanitation, Behaviour
AndHealth Service Guide. The Real Public Health
Information
http://helpingpeopleideas.com/publichealth/index.php/2009/06/ascaris-lumbricoides/
5.
Prof. Dr. Srisasi Gandahusada, Parasitologi
Kedokteran, Edisi Ketiga, 2004,Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
10
LAMPIRA


Cacing Ascaris Lumbricoides Cacing Ascaris Lumbricoides


Cacing Perut (Ascaris Lumbricuides) Cacing yang menyerang usus halus


Cara Perkembang Biakan (Aacaris
Lumbricoides) Ascaris Lumbricoides


Ascaris Lumbricoides Ascaris
Lumbricoides
Tidak ada komentar:
Posting Komentar