Jumat, 11 Mei 2012

ASCARIS LUMBRICOIDES


PARASITOLOGI
Sub Tema

ASCARIS LUMBRICOIDES





 









Dosen : dr. Haryo Jatmiko, S.Ked
Oleh

Nama : Gustin Halim
NPM    : 11. 11. 107. 13201. 0053

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM SAMARINDA
2012




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang  Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini. Adapun Makalah ini dilaksanakan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan  di  Fakultas  Kesehatan masyarakat  dan  sebagatanda  kasihnya  saya  terhadap Fakultas Kesehatan Masyarakat yang berjudul Ascaris Lumbricuides

Saya  menyadari  bahwa  Makalah  ini  masih  jaudarsempurna.  Sebagai manusia biasa saya tidak bisa lari dari kesalahan dan sebagai mahasiswa, saya masih berada di tahap pembelajaran yang tetap ingin belajar memperbaiki kesalahan. Untuk itu, saya mohon maaf sebesar-besarnya dan semoga bisa lebih baik lagi untuk ke depannya. Saya juga sangat berharap saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat menyempurnakan Makalah ini.

   Akhir kata semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Tidak lupa pula saya haturkan permohonan maaf  apabila dalam penulisan tugas ini terdapat kata-kata yang salah dan tidak sesuai.








Samarinda, Mei 2012




Penulis










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                               i
 DAFTAR ISI                                                                                                             ii
BAB I (PENDAHULUAN )                                                                                     1
1.1  Latar Belakang                                                                                                1
1.2  Permasalahan                                                                                                  3
1.3  Tujuan                                                                                                             3
BAB II (TUJUAN PUSTAKA)                                                                                 4
2.1  Pembahasan                                                                                                    4
2.2  Siklus Hidup                                                                                                   5
2.3  Patologi Klinik                                                                                                5
2.4  Gejala Klinis                                                                                                   6
2.5  Gejala Diagnosis                                                                                             6
2.6  Pencegahan                                                                                                     7
2.7  Pemberantasan                                                                                                7
BAB III (PENUTUP)                                                                                                            9
3.1  Kesimpulan                                                                                                     9
3.2  Saran                                                                                                               9
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            10
LAMPIRAN













BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60%-90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh.

Infeksi cacing usus ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di Indonesia. Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan(Faust dan Russell, 1964).

Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5–10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti,E,1993).

Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (“SoilTransmited Helminths”). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis. Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
1

Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gramdan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).

Prevalensi cacing usus pada murid SD-WGT-Taskin di Jakarta Utara 80% positif Ascaris lumbricoides, Jakarta Selatan 68% positif, Jakarta Barat sebanyak 75%, JakartaTimur 58%. Dari ke lima wilayah tersebut yang terbanyak sampel tinja positif telur A.lumbricoides yaitu SD-WGT-Taskin wilayah Jakarta Barat dan wilayah Jakarta Utara.Kedua wilayah tersebut keadaan lingkungan sekolahnya termasuk daerah lingkunganyang kumuh dan padat penduduknya. Di empat wilayah penelitian ternyata murid yang positif kecacingan banyak ditemukan telur A. lumbricoides di atas 58%.

Terjadinya kecacingan karena beberapa faktor, antara lain seperti kurangnya kebersihan perorangan atau lingkungan, dapat juga terjadi pencemaran tanah dari telur cacing. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam penularan kecacingan.

Mahfudin dkk (1994), pernah melakukan penelitian dengan menggalakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, dan sesudah buang air besar (BAB) ternyata dapat menurunkan infeksi cacing usus. Cara tersebut memang sesuai dengan salah satu cara pencegahan infeksi cacing usus, yaitu pendidikan kebersihan dan kesehatan perorangan yang sangat penting sebagai usaha memutuskan rantai penularan (WHO, 1997)
                                                                                                                                   





                                                                                                                                    2


1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan penulisan ini adalah :
1.      Menurut Hadidya (1994), prevalensi kecacingan di Indonesia masih tinggi antara60% - 90% tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan.
2.      Menurut laporan Ismid. S. (1996) hasil penelitian pada murid Sekolah Dasar didaerah Jakarta Pusat ternyata prevalensi askariasis sebesar 66,67%.
3.      Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembangdi Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksicacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberculosis
4.      Moersintowarti. (1992), dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).
5.      Hasil penelitian Mardiana (2008) mendapatkan prevalensi cacing usus pada murid SD-WGT-Taskin di Jakarta Utara 80% positif Ascaris lumbricoides, Jakarta Selatan 68% positif, Jakarta Barat sebanyak 75%, Jakarta Timur 58%
6.      Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam penularan kecacingan.

1.3Tujuan

1.    Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dan penularan penyakit ascariasis.
2.      Mengetahui cara pencegahan dan pemberantasan penyakit ascariasis dengan pendekatan kesehatan lingkungan.










                                                                                                                                              3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pembahasan

Ascaris lumbricoides cacing perut manusia termasuk Nemathelminthes. Ciri-cirinemathelminthes antara lain sebagai berikut :
ü  Tubuh simetribilateral, bulat panjang (gilig) disebut cacing gilig
ü  Memiliki saluran pencernaan
ü  Dioceous (berumah dua) reproduksi seksual (jantan dan betina)
ü  Memiliki rongga badan palsu Triploblastik Pseudoselomata
ü  Kosmopolitan, ada yang parasit dan ada pula yang hidup bebas

Cacing betina ukurannya lebih besar daripada cacing jantan dan dinding posterior cacing jantan terdapat kait yang digunakan untuk reproduksi seksual. Tubuhnya licin karena terselubungi lapisan kutikula yang terbuat dari protein.

Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi.

Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelahdewasa, Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerapmakanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak.

Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.


                                                                                                                                                4

2.2 Siklus Hidup

Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus (1), sehingga tahapini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudiantelur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan(2) dan mengalami pematangan (3). Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan (4). Telur yang tertelan akan menetas diusus halus (5). Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawaoleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru (6). Di dalam paru-paru,larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnyatertelan (7). Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matangyang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan

2.3            Patologi klinik

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paruakan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tandaseperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrate yang akan hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna sepertitidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk kesaluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.








5

2.4            Gejala Klinis

Gejala bisa timbul sebagai akibat berpindahnya lara melalui paru-paru dan akibatadanya cacing dewasa di dalam usus. Perpindahan larva melalui paru-paru bisamenyebabkan demam, batuk dan bunyi nafas mengi (bengek).

Infeksi usus yang berat bisa menyebabkan kram perut dan kadang penyumbatanusus. Penyerapan zat makanan yang buruk bisa terjadi akibat banyaknya cacing di dalamusus. Cacing dewasa kadang menyumbat usus buntu, saluran empedu atau saluran pancreas

2.5            Diagnosis
Infeksi oleh cacing dewasa biasanya didiagnosis berdasarkan adanya telur didalam contoh tinja. Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacingdewasa dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam darah bisameningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto rontgen dada.


















                                                                                                  6

 
2.6 Pencegahan
Pencegahan dan Upaya Penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dansifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygienekeluarga dan hygiene pribadi seperti :
ü  Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
ü  Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuciterlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
ü  Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2.  Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3.      Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidupcacing misalnya memakai jamban/WC.
4.  Makan makanan yang dimasak saja.
5.      Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk

2.7 Pemberantasan
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat,mebendazol, albendazol, piperasin.

Mebendazole (Vermox) (C16H13N3O2).
Memperlambat pergerakan/perpindahan dan kematian cacing dengan memilih secara selektif serta menghalangi pengambilan glukosa dan bahan gizi lainnya dalamusus orang dewasa dimana cacing tersebut tinggal. Dosis 100 mg tiap 12 jam untuk 3hari. Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya

7.

Piperazine (C4H10N2.C6H10O4).
Efek melumpuhkan cacing, jika digunakan akan membuat cacing dengansendirinya pingsan didalam tinja dosis 75 mg/kg max 3.5g).

Pyrantel pamoate (Antiminth, Pin-Rid, Pin-X) (C11H14N2S.C23H16O6)
Menyebabkan kelumpuhan kejang pada cacing. Dengan dosis 11 mg/kg dan tidak melebihi 1 g.

Albendazole (C12H15N3O2S)
Menyebabkan penghabisan energi, penghentian, dan akhirnya kematian. Dosis400 m. dan tidak diberikan pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 2 tahun.

Thiabendazole
Menyebabkan migrasi cacing ke dalam kerongkongan, pada umumnya dikombinasikan dengan piperazine. Juga, obat golongan corticosteroids dapat mengobati gejala seperti peradangan,yang dapat ditimbulkan oleh cacing ini.


















                                                                                                  8

BAB III
PENUTUP
Kebanyakan penderita ascariasis dapat sembuh dengan spontan walaupun tanpa pengobatan. Namun, komplikasi dapat disebabkan oleh cacing dewasa yang bergerak keorgan tertentu atau berkembang biak berlebihan sehingga dapat menyumbat usus.Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70 hingga 99%.

3.1 Kesimpulan
ü  Cacing ascaris merupakan cacing kosmopolit yang tersebar di seluruh dunia.
ü  Cacing dapat menyerang anak-anak sampai orang dewasa.
ü  Perantaraannya lewat tanah yang mengandungn telur cacing ascaris.
ü  Pencagahan penyebaran cacing asacris adalah dengan menjaga hygiene keluargadan hygiene pribadi.

4.2 Saran
ü  Sanitasi lingkungan dari masalah jamban dan perilaku buang air besar yang harusdiperbaiki
ü  Mengingat korban terbanyak adalah anak-anak maka kebersihan anak-anak haruslebih diperhatikan
ü  Mengadakan penyuluhan tentang bahayanya cacingan dan pencegahannya














                                                                                                                                                9

Daftar Pustaka

1.   Mardiana, Djaris mawati. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2 Agustus 2008. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpada Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKIJakarta.
2.      Pawlowski, ZS, Ga, Sehad, GJ, Stott, 1991. Hookworm Infection and Anaemia. Approaches to Prevention and Control. WHO. Geneva.
3.      Drh. Rasmaliah, M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara diunduh dari
4.      Indonesia Public Health Corner, Free Environmental Sanitation, Behaviour AndHealth Service Guide. The Real Public Health Information
http://helpingpeopleideas.com/publichealth/index.php/2009/06/ascaris-lumbricoides/
5.      Prof. Dr. Srisasi Gandahusada, Parasitologi Kedokteran, Edisi Ketiga, 2004,Jakarta, Balai  Penerbit FKUI.























10
LAMPIRA

Cacing Ascaris Lumbricoides                                    Cacing Ascaris Lumbricoides

Cacing Perut (Ascaris Lumbricuides)                        Cacing yang menyerang usus halus

            
Cara Perkembang Biakan (Aacaris Lumbricoides)              Ascaris Lumbricoides

 
   Ascaris Lumbricoides                                          Ascaris Lumbricoides                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar